sebait dua bait dalam satu syair, ku geletakkan perasaan ku pada satu tumpuan yang buatku nyaman. seelok fatamorgana yang mempersona, aku hanya berkedip pada satu cahaya. dalam heningan yang ditelusuri dengan dentingan simponi piano, aku berpikir pada pikiran yang tak jelas. mengadu pada sang pengatur nasib, namun belum ku temukan jelas jawabNYA. hanya mendengar bisikkan yang kupecahkan misteri nya satu per satu dlm jejak langkah yang kabur dr pandangan. terusik akan kisah yang sudah lama terbuang, seperti mencari satu runcing peniti di dalam rumput yang bergoyang kencang.
sang philosopi bertanya, adakah kehilangan dlm mahkota kebahagiaan yang abadi. terlalu congkak dalam menelusuri semua langkah dlm satu takdir. mengenang sesuatu yg sebenarnya hanya kamuflase sang pemain takdir. yang tergores dlm catatan nasib yang sudah ada sebelum darah dialirkan dlm kehidupan di "dunia biru".
aku sang pencari, hanya mampu mencari dlm ketenangan jiwa yang tersyahdu dlm firmanNYA yang tak akan pernah bisa kulengahkan. karena aku terlalu kecil dlm MAHA yang tak akan surut. aku hanya pecundang yang inginkan KEBAHAGIAAN . . .
sang philosopi bertanya, adakah kehilangan dlm mahkota kebahagiaan yang abadi. terlalu congkak dalam menelusuri semua langkah dlm satu takdir. mengenang sesuatu yg sebenarnya hanya kamuflase sang pemain takdir. yang tergores dlm catatan nasib yang sudah ada sebelum darah dialirkan dlm kehidupan di "dunia biru".
aku sang pencari, hanya mampu mencari dlm ketenangan jiwa yang tersyahdu dlm firmanNYA yang tak akan pernah bisa kulengahkan. karena aku terlalu kecil dlm MAHA yang tak akan surut. aku hanya pecundang yang inginkan KEBAHAGIAAN . . .
0 komentar:
Post a Comment